SMA saja Tidak Lulus, Tapi Profesor & Dosen Berguru Dengan Beliau
Hendra Kribo (52) tak lulus sekolah menegah atas.Namun pendidikannya yang tak tuntas,tak menghalanginya untuk menjadi “pakar”.
Kalau beberapa hari
ini anda sempat mengunjungi rumahnya dijalan Cidahu, desa Mekarwangi,
Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jangan kaget di rumahnyaitu
akan terlihat puluhan Dosen yang sedang khusyuk mendengar kuliahnya.
Beberapa diantanya bertitel Doktor, Bahkan Profesor pertanian dari
berbagai universitas di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Hendra yang memang
berambut kribo itu memang di jadikan salah satu rujukan praktik bercocok
tanam Padi Organik, keberhasilannya keluar dari budidaya cocok tanam
mayoritas petani berbau kimiawi, mengundang penasaran banyak orang.
Bukan kalangan
akademisi dari dalam negeri saja yang menimba ilmu padanya. Kalangan
Pendidik di Malaysia, Thailand dan sebentar lagi Australia, memintanya
berbagi Ilmu bercocok tanam organic.
Permintaan itu
sekaligus menunjukan kalau dia bukan golongan petani biasa yang lebih
sering mengeluhkan Mahal dan langkanya harga pupuk serta kerugian usaha
atau minimnya untung lantaran serangan Hama. Dengan blak-blakan Hendra
mengaku kalau keuntungan bersihnya dari bertani padi mencapai Rp.46juta
setahun hasil dari dua kali masa panen.
Penghasilan
tambahan dikantonginya dari menjadi pembicara “untuk kunjungan ke luar
negeri, sekali kunjungan saya mendapat Rp.30juta. Akomodasi dan
transportasi sudah ditanggung,”katanya, Tak heran, di rumahnya saat ini
terpakir tiga mobil dan 7 motor.
Bagi hendra, uang
memang bukan segalanya. Namun dia tetap realistis semua orang butuh uang
termasuk petani. Sayangnya petani sekarang tak berani keluar dari
budidaya kimiawi yang sebenarnya merugikan diri sendiri dan
lingkungannya.
Untuk diri sendiri
jelas hasilnya tidak sebanyak hasil dari bertani organik yang bisa
memanen minimal tujuh ton per Hektar. Untuk lingkungan tanah semakin
sengsara lantaran terpapar Zat-zat kimia secara terus- menerus, Belut
dan cacing yang di sebutnya pasukan petani, ikut mati karena pestisida
kimia.
Hendra menekankan
yang dibutuhkan petani dari pupuk sampai pestisida semuanya sudah
disediakan alam. Ketika tikus menyerang tak perlu keluar banyak uang,
cukup belikan JENGKOL Rp.10,000 untuk 1 hektar sawah “tikus tidak suka
akan baunya” katanya.
Begitu juga dengan
Hama belalang. Hendra biasanyamengusirnya dengan cairan buatannya yang
terdiri dari tumbukan daun nagka,daun sirsak, ditambah bawang
putih,”semuanya murah”Katanya.
Untuk menjadi
petani organic, memang harus mengubah kebiasaan. Proses belajar hendra
dimulai pada tahun 2002. Saat dia mengikuti pembelajaran ekologi tanah
yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat. Meski saat itu dia bukan
berangkat dari seorang petani, dia langsung mempraktikan dan
mempelajarinya disawah milik ayahnya.
“Pesannya jangan
sampai kita selalu tergantung kepada pemerintah melalui bantuan-bantuan,
sementara potensi disekitar kita tidak termanfaatkan”
Salah seorang
professor dari universitas Padjajaran yang ikut “kuliah” kepada Hendra,
Deni kurniadi, menuturkan Hendra membuktikan bahwa petani tidak selalu
identik dengan kemiskinan. “itu juga bias mendorong mereka yang bukan
petani untuk mau menggarap sector dominan di Indonesia ini” kata deni.
Sumber Artikel dan Gambar : Blogger dan Google Image
Komentar
Posting Komentar