Semua Dilakukan Napi Cilik Ini Demi Ibunya
Peristiwanya sudah
berlangsung lama, kira kira tahun 2007 lalu. Isi tulisan itu adalah
kutipan dari kisah nyata seorang peneliti yang menghadiri sidang
pembunuhan. Berikut ceritanya. Kisah tentang seorang bocah cerdas yang
harus merasakan pahitnya hidup di balik penjara karena membalas dendam
kematian orangtua yang dibunuh preman.

Terus terang, meski
sudah beberapa kali mengadakan penelitian Kriminal di LP, pengalaman
kali ini adalah pengalaman pertama saya ngobrol langsung dengan
seseorang yang didakwa kasus pembunuhan berencana.
Dengan jantung dag
dig dug, pikiran saya melayang-layang mengira-ngira gambaran orang yang
akan saya temui. Sudah terbayang muka keji Hanibal Lecter, juga
penjahat-penjahat berjenggot palsu ala sinetron, dan gambaran-gambaran
pembunuh berdarah dingin lain yang sering saya temui di cerita TV.
Well, akhirnya
setelah menunggu sekian lama berharap-harap cemas, salah satu sipir
membawa seorang anak kehadapan saya.Yup, benar seorang anak berumur 8
tahun. Tingginya tidak lebih dari pinggang orang dewasa dengan wajah
yang diliputi senyum malu-malu. Matanya teduh dengan gerak-gerik yang
sopan.
Saya pun membaca
berkas kasusnya yang diserahkan oleh sipir itu. Sebelum masuk penjara
ternyata ia adalah juara kelas di sekolahnya, juara menggambar, jago
bermain suling, juara mengaji dan azan di tingkat anak-anak.
Kemampuan
berhitungnya lumayan menonjol. Bahkan dari balik sekolah di dalam
penjara pun nilai sekolahnya tercatat kedua terbesar tingkat provinsi.
Lantas kenapa ia sampai membunuh? Dengan rencana pula?
Kasus ini terjadi
ketika Arif sebut saja nama anak ini begitu, belum genap berusia tujuh
tahun.Ayahnya yang berdagang di sebuah pasar di daerah bekasi, dihabisi
kepala preman yang menguasai daerah itu. Latar belakangnya karena si
ayah enggan membayar uang 'keamanan' yang begitu tinggi.
Berita ini rupanya
sampai di telinga Arif. Malam esok harinya setelah ayahnya dikebumikan
ia mendatangi tempat mangkal preman tersebut. Bermodalkan pisau dapur ia
menantang orang yang membunuh ayahnya.
"Siapa yang bunuh ayah saya!" teriaknya kepada orang yang ada di tempat itu.
"Gue terus kenapa?" ujar kepala preman yang membunuh ayahnya sambil disambut gelak tawa di belakangnya.
Tanpa banyak bicara
anak kecil itu sambil melompat menghunuskan pisau ke perut si preman.
Dan tepat mengenai ulu hatinya, pria berbadan besar itu jatuh tersungkur
ke tanah. Arif pun langsung lari pulang ke rumah setelahnya. Akhirnya
selesai sholat subuh esok paginya ia digelandang ke kantor polisi.
"Arif nih sering
bikin repot petugas di Lapas!" ujar kepala lapas yang ikut menemani saya
mewawancarai arif sambil tersenyum. Ternyata sejak di penjara dua tahun
lalu. Anak ini sudah tiga kali melarikan diri dari selnya. Dan caranya
pun menurut saya tergolong ajaib.
Pelarian pertama
dilakukannya dengan cara yang tak terpikirkan siapapun. Setiap pagi
sampah-sampah dari Lapas itu di jemput oleh mobil kebersihan. Sadar akan
hal ini, diam- diam Arif menyelinap ke dalam salah satu kantung sampah.
Hasilnya 1-0 untuk Arif. Ia berhasil keluar dari penjara.
Pelarian kedua
lebih kreatif lagi. Anak yang doyan baca ini pernah membaca artikel
tentang fermentasi makanan tape (ingat lho waktu wawancara usianya baru 8
tahun). Dari situ ia mendapat informasi bahwa tape mengandung udara
panas yang bersifat destruktif terhadap benda keras.
Kebetulan pula di
Lapas anak ini disediakan tape uli dua kali dalam seminggu. Setiap
disediakan tape, arif selalu berpuasa karena jatah tape itu
dibalurkannya ke dinding tembok sel tahanannya. Hasilnya setelah empat
bulan, tembok penjara itu menjadi lunak seperti tanah liat. Satu buah
lubang berhasil dibuatnya. 2-0 untuk arif. Ia keluar penjara ke dua
kalinya.
Pelarian ke tiganya
dilakukan ala Mission Imposible. Arif yang ditugasi membersihkan kamar
mandi melihat ember sebagai sebuah solusi. Besi yang berfungsi sebagai
pegangan ember itu di simpan di dalam kamarnya. Tahu bahwa dirinya sudah
diawasi sangat ketat, Arif memilih tempat persembunyian paling aman
sebelum memutuskan untuk kabur.
Ruang kepala Lapas
menjadi pilihannya. Alasannya jelas, karena tidak pernah satu pun
penjaga berani memeriksa ruang ini. Ketika tengah malam ia menyelinap
keluar dengan menggunakan besi pegangan ember untuk membuka pintu dan
gembok. Jangan Tanya saya bagaimana caranya, pokoknya tahu-tahu ia sudah
di luar. 3-0 untuk Arif.
Lantas kenapa ia
bisa tertangkap lagi? Rupanya kepintaran itu masih berada di sebuah
kepala bocah.Pelarian- pelariannya didorong dari rasa kangennya terhadap
ibunya. Anak ini keluar dari penjara hanya untuk ke rumah sang ibunda
tercinta. Jadi dari Lapas tanggerang ia menumpang- numpang mobil
Omprengan dan juga berjalan kaki sekian kilometer dengan satu tujuan,
pulang!
Karena itu pula
pada pelarian Arif yang ketiga, kepala Lapas yang juga seorang ibu ini
meminta anak buahnya untuk tidak segera menjemput Arif. Hasilnya dua
hari kemudian Arif kembali lagi ke lapas sambil membawa surat untuk
kepala Lapas yang ditulisnya sendiri.
* Ibu kepala Arif minta maaf, tapi Arif kangen sama ibu Arif. * Tulisnya singkat.
Seorang anak cerdas
yang harus terkurung dipenjara. Tapi, saya tidak lantas berpikir bahwa
ia tidak benar- benar bersalah dan harus dibebaskan. Bagaimanapun juga
ia telah menghilangkan nyawa seseorang. Tapi saya hanya berandai- andai
jika saja, kebijakan bertindak cepat menangkap pembunuh si ayah (secepat
polisi menangkap si Arif) pastinya saat ini anak pintar dan rajin itu
tidak akan berada di tempat seperti ini.Dan kreativitasnya yang tinggi
itu bisa berguna untuk hal yang lain.
Sayangnya si Arif
itu cuma anak pedagang sayur miskin sementara si preman yang dibunuhnya
selalu setia menyetor kepada pihak berwajib setempat. Itulah yang
namanya keadilan di negeri ini!
Semoga bermanfaat bagi yang membacanya.
Sumber Artikel : Mywap.blog.com
Sumber Gambar : Google
Gelut.com